Running Away

On a very hectic day when my husband and I were busy going in a hundred directions, our four-and-a-half-year-old son, Justin Carl, had to be reprimanded for getting into mischief. After several attempts, my husband George finally told him to stand in the corner. He was very quiet but wasn’t too happy about it. Finally after a few moments, he said, “I’m going to run away from home.”

My first reaction was surprise, and his words angered me. “You are?” I blurted. But as I turned to look at him, he looks like an angel, so small, so innocent, with his face so sad.

As my heart feels his pain, I remembered a moment in my own childhood when I spoke those words and how unloved and lonely I felt. He was saying so much more than just his words. He was crying from within. “Don’t you dare ignore me? Please notice me! I’m important too. Please make me feel wanted, unconditionally loved and needed.”

“Okay Jussie, you can run away from home,’’ I tenderly whispered as I started picking out clothes. “Well, we’ll need pj’s, your coat...”

“Mama,” he said, “what are you doin’?”

“We’ll also need my coat and night gown.” I packed these items into a bag and placed them by the front door. “Okay Jussie, are you sure you want to run away from home?”

“Yeah, but where are you goin’?”

“Well, if you’re going to run away from home, then Mama’s going with you, because I would never want you to be alone. I love you too much Justin Carl.”

We held each other while we talked. “Why do you want to come with me?”

I looked into his eyes. “Because I love you Justin. My life would never be the same if you went away. So I want to make sure you’ll be safe. If you do go, I will go with you.”

“Can Daddy come?”

“No, Daddy has to stay home with your brothers, Erickson and Trevor, and Daddy has to work and take care of the house while we’re gone”

“Can Freddie (the hamster) come?”

“No, Freddie has to stay here, too”

He thought for a while and said, “Mama, can we stay home?”

“Yes, Justin, we can stay home.”

“Mama,”

“Yes, Justin?”

“I love you.”

“I love you too, honey. How about you help me make some popcorn?”

“Alright.”

In that moment I knew the wondrous gift of motherhood I had been given, that the sacred responsibilities to help develop a child’s sense of security and self-esteem are nothing to be taken lightly. I realized that in my arms I held the precious gift of childhood, a beautiful piece of clay willing and wanting to be cuddled and magnificently molded into a confident adult masterpiece. I learned that as a mother I should never “run away” from the opportunity to show my children they are wanted, important, lovable and the most precious gift God.

Book Title : Chicken Soup For The Women's Soul

Archipelago Orang-orang Genit


Archipelago Orang-orang Genit
(Tidak sesuai untuk orang yang malas berfikir)


Jamung di mana-mana. Di sini, di sana. Sampai rengkung dinihari itu terang benderang dengan cahaya jamung. Dalam cahaya yang sekejap terang sekejap kelam, teriakan, kemarahan dan keluhan bercampur baur.

“Ustaz Ansarusunnah! Bangun! Bangun!”

“Rumah Tuan Genit Sembarono kena bakar!”

“Ustaz Ansarusunnah! Bangun! Bangun!”

“Genit Sembarono, bini Genit Sembarono, sampai anaknya yang tak reti baca ABC sudah mati hangus!”

“Ustaz Ansarusunnah! Bangun! Bangun!”

***


Diari 2005. Muka surat 108. 17 November 2005. Hari Khamis.

Hari ini aku ditempelak lagi. Aku sudah muak. Wasangka mereka menggunung Everest. Kata mereka, kita tak punya masa untuk bicara tentang kesilapan demi kesilapan. Bicara tentang kesilapan hanya membujuk perpecahan. Yang utama adalah kesatuan


(1).
Maka perlu bersatu. Ya! Aku inginkan kesatuan


(2).
Bersatu atas jalan yang satu sebelum terjadinya perpecahan ummah. Jalan yang ditunjuki Rasulullah, sahabat dan salafussolihin. Kesatuan tidak mungkin tercapai andai kalian terus mempromosikan idea kalian, mengikat manusia untuk taat kepada organisasi kalian. Bagaimana dengan seorang genit yang sudah taat setia terhadap organisasi lain akan mengikuti kalian andai dengan mengikuti kalian bererti dia mengkhianati organisasi awalnya. Nah, bukankah idea hanya memecah-belahkan ummah walaupun idea itu asalnya daripada genit yang sama. Lantas kalian marah-marah. Tak ada semangat dakwah kata kalian. Aku yang menyeru semampu aku kepada fahaman salafussolihin


(3)
kalian katakan dakwah yang tidak specific


(4).
Kalian mengatakan, usah mementingkan diri sendiri, lantas usahaku yang menyeru sedaya-upaya tidak kalian masukkan dalam perkiraan kalian? Bagaimana aku ingin sedekahkan 30 sen sedang aku hanya punya 10 sen? Dan apabila aku sumbangkan 10 sen itu, kalian katakan aku mementingkan diri sendiri? Aku dituduh mengikut genit dungu yang mengatakan tiada azab kubur. Sedang aku menyeru kalian untuk memahami sumber yang ma’thur. Aku menyebut tentang meluruskan aqidah dan dakwah kepada aqidah. Jawapan kalian, kalau kau rasa nak betulkan aqidah sampai mati, jadi silakan... Sampai bila-bila takkan 100% aqidah sempurna


(5).
Kalian menghuraikan Quran dan hadis untuk memenangkan idea kalian tanpa kalian merujuk tafsiran salafussolihin


(6).
Lantas kalian, menyatakan itu sahaja yang kalian mampu. Tidak mampukah kalian untuk membelek kitab-kitab salafussolihin, atau bertanya kepada yang lebih tahu. Aku mengatakan, perhimpunan kita atas fahaman salafussolihin, kalian mengatakan, perkumpulan-perkumpulan yang wujud sekarang bukan bermakna perpecahan tapi pergerakan atas dasar juz'i. Lantas bukan perpecahan andai kalian tidak dapat menerima seorang genit yang bukan seidea dengan kalian? Kalian, pulanglah semula ke jalan awal sebelum terjadinya perpecahan dalam ummah


(7).
Hanya dengan cara itu ummah ini dapat bersatu kembali. Kataku, yang utama-utama rujukan kita, perlu kepada tulisan yang diyakini atas jalan salafussolihin seperti Tafsir Ibnu Kathir, Fathul Bari dan sebagainya, kata kalian, tulisan-tulisan itu bukan ditulis pada zaman kecilnya Islam, jadi tidak bertepatan dengan realiti massa. Awas! Kalian usah bicara sesuka hati. Barangkali kalian perlu melihat luar dari dunia genit kita, kalian usah merampus dahulu. Kalian semak semula kata-kata Yusuf Qardawi, semak semula kata-kata Albani (ini ulama hadith yang menyemak hadith dalam Fiqh Sunnah karangan Sayyid Sabbiq), juga kata-kata Abdul Aziz Bin Baaz (ini ulama yang sampai Fathul Bari, syarah Shahih Bukhari disemak menggunakan ingatan beliau), Dr. Salih ibn Fawzan dan ramai lagi


(8).
Dungukah mereka andai mereka menegur tokoh-tokoh kalian. Jahilkah mereka sampai tidak mampu membezakan dakwah salafussolihin? Jahilkah mereka untuk menilai mana satu dakwah yang hampir kepada Rasulullah dan para sahabat? Kalian usah merampus dahulu, kalian semak dahulu kata-kata mereka, kemudian kalian putuskan dengan ilmu. Usah, usah dan usah. Usah sampai yakin kalian mengatasi ilmu sedangkan yakin itu asasnya ilmu. Aku sudah tidak dijemput ke majlis-majlis kalian. Tak mengapa, aku mengasihi kalian atas dasar aqidah kita bukan atas dasar idea yang sama. Semoga yakinku ini bertepatan sebagaimana yakinnya Ibnu Mas’ud ra; “Al-jamaah adalah apa sahaja yang secocok dengan kebenaran walaupun kamu sendirian dalam kebenaran itu, maka kamu seorang adalah al-jamaah”. Kerana sayang aku menulis....


“Assalamualaikum. Ustaz Ansarusunnah!”

“Assalamualaikum. Ustaz Ansarusunnah!”


Kekhusyukan Ansarusunnah menulis atas dada diarinya terganggu. Lekas dilontar pandang pada susuk tubuh yang sedia terjeda di muka pintu.

“Waalaikumsalam, Abang Recorder, jemput masuk.” Bertukas senyum antara keduanya. Abang Recorder masuk, kemudian duduk.

“Ustaz Ansarusunnah tak pergi kenduri Genit Ikhwani di hujung kampong? Katanya seantero kampong dijemput. Empat ekor lembu gemok gedempol tumbang hari ni.”

“Saya tak dijemput.” Ustaz Ansarusunnah mengukir senyum.

“Eh, pelik! Masakan! Katanya satu kampong dijemput.” Ada hairan di hujung nada.


“Barangkali Ustaz Ansarusunnah tak sama idea (baca: fikrah) dengan Genit Ikhwani.” Abang Recorder mengerutlan kening. Ustaz Ansarusunnah melontar pandang pada saujana hijau yang terbentang di luar rumah.

“Sebetulnya saya bimbang dengan sikap anak muda zaman ini. Mereka kaya dengan semangat muda. Yang ke arah kiri satu hal. Pakai rantai besar mengalahkan bulldog, rambut warna warni macam pelangi lepas hujan, terpengaruh dengan budaya hamis barat. Yang terlampau ke kanan satu hal, bersemangat mengajak orang kepada Islam tapi tidak mengkaji sama ada yang diajak itu benar-benar ke arah Islam atau sekadar fikrah-fikrah tertentu. Lalu mereka saling menggelar, budak ini ada fikrah, budak ini pula tak ada, tanpa sedar mengundang perpecahan.


Mereka lihat tafsiran jemaah, manhaj dakwah, tangga amal dan sebagainya menurut pandangan jemaah mereka. Lantas mereka lupa untuk merujuk bagaimana para salafussolihin memahami agama ini. Pelik! Mengapa tidak mereka cuba kembali kepada fahaman salafussolihin, kefahaman terhadap agama yang satu, yang sampai kepada Rasulullah. Bila berbicara, kata mereka, yakinlah, manhaj ini yang paling hampir dengan Rasulullah tanpa mereka mengkaji pendapat ulama-ulama lain termasuk nama-nama besar seperti Ibnu Kathir, Ibnu Taimiyah dan sebagainya. Mereka sungguh pelik! Mereka sungguh pelik! Mereka sungguh pelik!” Buntang dua biji mata Abang Recorder mendengar keluhan Ustaz Ansarusunnah yang panjang lebar. Diteguknya air liur saat Ustaz Ansarusunnah menemui noktah huraiannya.


“Ustaz Ansarusunnah, tempoh hari Genit Ikhwani ada bercakap tentang seruan ustaz supaya anak-anak muda memahami Islam dengan ilmu, bukan sekadar keyakinan tanpa ilmu. Katanya, ilmu banyak tak ada guna. Yang utama adalah amal. Sikit-sikit amal. Sikit-sikit amal. Sampai saya nampak seolah-olah martabat ilmu itu sungguh kecil. Yang saya faham, ilmu itulah yang pandu amal.” Dalam nada yang ingin tahu, Abang Recorder menghangatkan perbincangan sore itu.

“Ini faham yang keliru,” Ustaz Ansarusunnah membetulkan duduk. “Tidak pernahkah mereka terdengar atau terbaca hadith Muadz yang menyebut ilmu itu pemimpin dan amal adalah pengikutnya.


Tidak pernahkah mereka terbaca tulisan Yusuf Qardawi (9) berkenaan keutamaan menuntut ilmu dalam Fiqh Awlawiyatnya? Atau tulisan ulama-ulama lain berkenaan perkara yang sama? Saya pelik dengan mereka ini, sikap mereka, mereka ada idea dalam tempurung kepala mereka dan mereka sesuka hati mengambil ayat Quran dan hadith untuk menyokong idea mereka dalam usaha meyakinkan pendengar. Dalam istilah lain, mereka menggoreng ayat Quran dan Hadith secukup rasa supaya fikrah mereka tampak lazat dan enak tanpa merujuk tafsiran yang difahami oleh salafussolihin. Bukankah sikap begini menyalahi kaedah syarak? Lalu mereka mengatakan, kami golongan yang beramal. Bukankah puak Khawarij itu antara yang bersungguhan solat mereka, bacaan Quran dan puasa mereka?


(10)
Saya cukup bimbang. Sungguh-sungguh bimbang. Semoga mereka diselamatkan Allah daripada bersikap seperti orang-orang yang menyimpang dari agama Allah.” Ustaz Ansarusunnah menarik nafas panjang-panjang. Abang Recorder tekun dan tegun mendengar.

“Bukankah tanpa ilmu tindakan akan jadi melulu. Semangat gila-gila untuk beramal tanpa ilmu akan mengundang padah. Nah... Baca salinan surat Dr Azahari kepada isterinya ni, rakan saya , Naib Presiden Indonesia, Jusuf Kalla bagi kepada saya tempoh hari. Baca supaya kamu dapat lihat musibah amal tanpa ilmu dan kefahaman yang shahih.” Ustaz Ansarusunnah mengunjukkan sekeping kertas A4 yang kaya dengan lajur tulisan. Abang Recorder menyambut.


“Ketahuilah sayang, kematian pasti datang. Yang penting, bagaimana cara untuk mati. Mati yang dapat redha Allah atau mati yang dalam kerugian.Abang melakukan jihad kerana abang takut akan ancaman Tuhan jika tidak melakukan jihad ini. Doakan abang mati secara syahid kerana mati syahid adalah cara yang paling mulia.Abang sebenarnya khuatir terhadap saudara-saudara abang dan saudara-saudara kamu juga, yang selalu mementingkan dunia. Apabila abang mati syahid akan bererti abang akan membawa 70 keluarga abang ke syurga. Kerana seorang syuhada kalau dia mati maka syurga akan diramaikan 70 anggota keluarganya.Akhirnya abang meminta maaf atas kesalahan abang kepadamu. Dan abang pun sudah memaafkan semua kesalahanmu.”


Baca Abang Recorder. Suaranya antara dengar dan tidak.“Itulah yang terjadi kepada Penghulu Genit semberono dan keluarga minggu lepas. Ya, kita semua tahu Genit Semberono kaki maksiat, tidak melaksanakan hukum Allah, tetapi selagi belum dia merendah-rendahkan hukum Allah, dia masih Islam. Maka wajarkah dibakar dia dan keluarganya yang tidak bersalah hidup-hidup? Sedangkan sikap kita terhadap pemimpin sebegitu adalah sejajar dengan hadith Shahih Muslim yang bermaksud hendaklah sesiapa yang berada di bawah kepimpinan pemerintah dan dia melihat pemimpinnya melakukan maksiat maka hendaklah dibenci apa yang dilakukan oleh pemimpin itu dari maksiatnya namun jangan sekali-kali mencabut tangannya dari ketaatan kepada pemimpin itu.” Tambah Ustaz Ansarusunnah setelah selesai Abang Recorder membaca isi surat tersebut.

“Wajar kita mengebom sesuka hati di kawasan bukan zon perang sekali pun tempat itu tempat maksiat? Inilah bahana kosong ilmu sedang semangat berkobar-kobar. Hukum jihad yang murni itu langsung menjadi cacian ramai akibat kebodohan dalam memahami kehendak syariah. Kobarkanlah semangat untuk menuntut ilmu, memahami agama ini sebagaimana difahami salafussoleh dan dakwah kepada kefahaman itu. Sedarlah, semangat dan tindakan tanpa panduan ilmu tak cukup!” Panjang lebar Ustaz Ansarusunnah mengulas.


Abang Recorder mengerutkan dahi. Ada faham yang menjuju.

“Semoga kau yakin, jalan yang paling selamat daripada fitnah adalah jalan salafussolihin. Bersamalah kita menelusurinya walaupun kita tak diajak ke kenduri, walaupun kita tak diajak bermain ping pong.

Abang Recorder menghirup Teh O Boh yang baru sahaja dihidangkan oleh isteri Ansarusunnah.

“Eh, ustaz, esok giliran ustaz bagi tazkirah di surau kampong. Ustaz nak bagi fasal tajuk apa?” Tanya Abang Recorder ingin tahu. Dihirup lagi Teh O Boh panas.


“Saya sudah tak dibenarkan bagi tazkirah oleh pengerusi surau, Genit Ikhwani tu. Katanya, saya tak ada fikrah. Masalah betul apabila orang memahami Islam melalui fikrah-fikrah. Fikrah-fikrah hanya memecah belahkan ummah sementara ilmu menyatukan ummah. Orang boleh bersatu atas ilmu, tapi sukar untuk bersatu atas fikrah. Pantang kalau kita tegur tulisan tokoh-tokoh mereka macam Zilal, ditanyanya kita, siapa kita kalau nak dibanding dengan si fulan bin si fulan? Mereka ini tak ada sikap macam Imam Syafie seperti katanya jika kamu lihat apa yang ada dalam bukuku bertentangan dengan Sunnah Rasulullah s.a.w, maka katalah dengan sunnah Rasulullah s.a.w dan tinggalkanlah kata-kataku kalau ada kesalahan, sedang kita tak punya ilmu untuk membezakan mana salah, mana yang betul, lebih baik ambil jalan selamat dengan membaca tafsir yang sudah disarankan ulama seperti Tafsir Ibnu Kathir. Bukan bererti kita menolak sepenuhnya, kita pun menghormati Syed Qutb rahimahullah, Al-Banna rahimahullah sebagai pejuang Islam, namun kalau ada kesilapan, maka akan tetap silap, yang baik boleh diambil tapi yang tak kena, kenalah tinggal.” Lagi daripada Ustaz Ansarusunnah. Abang Recorder mengangguk.


“Sikap mengata budak ini ada fikrah, budak ini tak ada fikrah ini pun satu penyakit. Sudahnya, perpecahan, perpecahan, perpecahan. Orang yang keliru makin jauh dengan agama, orang yang mengikut taklid tanpa mengkaji, ada yang lebih sedih, lebih kenal ulama haraki daripada ulama-ulama lain. Sementelah yang tengah-tengah, daripada seorang yang rajin datang surau sudah lari sebab takut dengan si fulan dan si fulan lalu menjadi teruk juga. Sedih benar situasi kita sekarang.” Ustaz Ansarusunnah menggeleng kepala.

“Saya jelas sekarang. Semoga saya juga cekal dalam menelusuri jalan salafussolihin. Okay ustaz, dah lewat ni, saya nak balik hambat lembu masuk kandang.” Abang Recorder mengukir senyum. Bangun. Melangkah malas-malas menuruni rumah Ustaz Ansarusunnah.


Sayup-sayup kelibatnya hilang ditelan sore. Ansarusunnah menghantar dengan pandangan yang berbaur.

“Mungkin aku akan ditegur lagi kerana menyuruh orang berhati-hati dalam beragama. Mungkin aku akan ditegur lagi kerana menyuruh orang supaya pulang ke jalan salafussolihin dalam memahami agama ini yang padanya terpecahnya ummah. Mungkin juga aku akan dituduh sebagai pemecah belah ummah. Mungkin aku tidak akan dijemput ke kenduri sampai bila-bila. Mungkin aku tidak diberi kesempatan untuk berbicara dengan teman-teman yang baru berpindah ke komuniti genit ini. Mungkin aku akan terus-terusan tidak diberi peluang memberi peringatan berikutan aku berlainan fikrah dari genit-genit yang lain. Mungkin hubunganku dengan genit-genit lain akan jadi renggang kerana berbeza fikrah walaupun aqidahku serupa.


Mungkin, mungkin dan mungkin. Namun aku akan tegar dan tegas menyeru supaya sahabat-sahabatku berpaling semula kepada jalan salafussolihin, kerana, aku sangat mencintai sahabat-sahabatku. Kerana, aku merindui saat setiap kita memiliki kefahaman yang tulen sebagaimana fahamnya salafussolihin terhadap agama ini.”

Ustaz Ansarusunnah menutup daun pintu.

Senja menjalar perlahan membaluti sore.

sila baca sambungan di sini


Ingin Sahaja


Jika aku tahu

Apakah akan ku begini buntu?

Jika aku ingin mengerti

Apakah akan kutemui?

Mereka berkata pasti

Tapi mereka tidak fahami

Aku cuba meneliti

Apa yang terjadi

Kerana di sini

Segalanya adalah hakiki

Walaupun bakal hilang sebentar lagi

Apa yang pasti

Aku hanya mahukan ini



p/s : gambar di atas bukan milik saya. diambil tidak tahu dari mana sumbernya. (laptop)

Harus Berpisah Atau Mahu Ingkar?


1- “Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa” (An-Nisa: 36)

Saya telah kalah.

2- “Keredhaan Allah terletak pada keredhaan ibu bapa manakala kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan ibu bapa” (HR At-Tirmizi)

Sekali lagi saya kalah.

3- Abdullah Ibn ‘Amr radhiallahu anhu menerangkan bahawa seorang lelaki datang kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dan berkata, “Sesungguhnya aku datang untuk memberi taat setia (bai’ah) kepada engkau untuk berhijrah, akan tetapi aku meninggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya:

“Kembalilah kepada mereka berdua dan jadikanlah mereka berdua ketawa(gembirakanlah mereka) sebagaimana kamu jadikan mereka menangis. (HR An-Nasa’i)

Saya bertambah kalah.

4- Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu berkata:

“Sesungguhnya seorang lelaki dari Yaman telah berhijrah kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam untuk berjihad lalu baginda bertanya: “ Adakah kamu mempunyai seseorang di Yaman?” Dia menjawab:”Ibu bapaku”. Rasulullah bertanya: “Adakah mereka memberi izin kepada engkau?” Dia menjawab: “ Tidak”

Rasulullah bersabda: “Kembalilah kepada mereka berdua dan mintalah izin dari mereka berdua. Jika mereka mengizinkan engkau maka berjihadlah akan tetapi jika tidak, maka berbuat baiklah kepada mereka berdua.” (HR Abu Daud).

6- Abd Allah Ibn Umar radhiallahu anhu berkata:

“Aku pernah memiliki seorang isteri yang sangat aku cintai akan tetapi Umar(bin Al-Khattab, yakni ayahnya) tidak menyukainya dan menyuruh aku menceraikannya. Namun aku enggan. Maka Umar membawa hal ini kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dan menceritakan apa yang berlaku. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam menjawab( kepada Abd Allah bin Umar): “ Ceraikanlah dia” (HR Abu Daud)

(hadis-hadis dipetik dari buku "Wahai Ibu Wahai Ayah", tulisan Kapten Hafiz Firdaus terbitan Jahabersa)


Mengenangkan hadis-hadis kisah para sahabat di atas menjadikan hati saya sangat luluh. Mereka taat kepada Nabi Sallallahu alaihi Wasallam dan baginda mengarahkan mereka taat kepada orang tua. Hatta dalam perbuatan yang paling besar ganjarannya di sisi Allah iaitu berhijrah dan berperang. Jika orang tua tidak redha, maka baginda arahkan mereka pulang.

Hatta, sekiranya orang tua tidak berkenan dengan pasangan kita sekalipun kita wajib mentaati. Betapa sebaknya hati, namun tetaplah taat kepada orang tua. Di situ letaknya redha Allah.

Saya telah kalah dengan kisah-kisah di atas.

Perintah wajib telah mengalahkan tuntutan yang tidak wajib. Wajarkah saya terus melaksanakan amalan yang tidak wajib itu, tapi dalam masa yang sama saya telah membelakangi bonda?

Saya tidak sanggup menanggung kemurkaan Allah.

Sekelumit saya tidak salahkan bonda. Sungguhpun semalaman berendam air mata, saya faham bonda risaukan masa depan saya. Kerana dia sudah banyak melihat realiti. Siapalah saya untuk mengingkari bonda? Siapalah saya untuk berhujah dengannya kerana dia adalah bonda. Bonda yang jika saya usungnya di atas pundak menunaikan haji seperti kisah seorang sahabat, pasti tetap tidak mampu membalas jasa bonda seumur hidup.

Ya Allah, ampunilah dosaku dan kedua ibu bapaku. Kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihiku ketika aku masih kecil..

Hadapi Musibah Dengan Sepatutnya



Sekadar motivasi buat semua.

Adab-adab menghadapi musibah

1. Bersabar dan redha.

Allah s.w.t berfirman:

"...Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh) Allah." (Surah Luqman: 17)

Jika masih sukar juga hendak bersabar, maka jalan terbaik ialah menyedari bahawa penyesalan atau mengeluh akan takdir Allah tidak membawa apa-apa manfaat pun, malah boleh mengundang kemurkaan Allah. Lebih baik jika kita bersabar dan merancang tindakan seterusnya daripada memikirkan nasib atau berkeluh-kesah. Inilah rumusan saya berdasarkan petikan nasihat Syeikh Abdul Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada tentang konsep sabar menghadapi musibah.

2. Mengucapkan lafaz istirjaa' dan membaca doa musibah.

Lafaz istirjaa' iaitu "Innalillahi wainna ilaihi rajiun" ada diajar di dalam Al-Quran, ayat tersebut bermaksud:

"Demi sesungguhnya! Kami akan menguji kamu dengan sedikit perasaan takut (kepada musuh) dan kelaparan, kekurangan dari harta benda dan jiwa serta hasil tanaman. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Iaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh sesuatu kesusahan, mereka berkata: "Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali. [Innalillahi wainna ilaihi raajiun]". (Surah Al-Baqarah: 155-156)

Antara kesilapan masyarakat kita hari ini ialah menganggap ucapan ini hanyalah untuk kematian sahaja. Sebenarnya tidak begitu, berdasarkan ayat di atas jelaslah bahawa lafaz istirjaa' ini patut disebut setiap kali ditimpa kesusahan.

Selain itu kita juga dianjurkan untuk mengamalkan doa sunnah ketika menghadapi musibah.

Doa ini berdasarkan hadith sahih diriwayatkan oleh Imam Muslim. Doanya mudah saja, setelah membaca lafaz istirjaa', sebutkan "Allahumma ajurni fi musiibati, wa akhlif li khairan minha" yang bermaksud "Ya Allah berilah aku pahala dari musibahku ini dan gantilah dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya". Rasulullah memberitahu lagi, dengan mengamalkan lafaz istirjaa' kemudian diikuti doa ini, Allah pasti akan memberinya pahala atas musibah tersebut dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya. MasyaAllah.

3. Berusaha untuk mengatasi kelemahan dan memperbaiki kesilapan.

Setiap yang berlaku pasti ada sebab di sebaliknya. Seperti yang disebutkan dalam artikel sebelum ini, jika musibah menimpa kerana kesalahan diri sendiri yang disengajakan, maka apa yang berlaku adalah disebabkan diri sendirilah. Jika kita mahu Allah s.w.t mengubah nasib kita, maka kita sendiri harus memulakan langkah perubahannya. Hal ini jelas sepertimana dalam firman Allah s.w.t:

"..Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dikurniakanNya kepada sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.." (Surah Ar-Ra'd : 11)

Sebab itu, berusahalah untuk meningkatkan prestasi diri senantiasa. Jangan putus asa, sebab berdasarkan ayat Al-Quran dalam artikel sebelumnya sudah dijelaskan bahawa sifat putus asa adalah sikap orang-orang kafir. Mudah-mudahan Allah akan memberikan kemudahan dan kejayaan. Amin.

4. Melihat orang yang di bawah, bukan di atas.

Antara ciri minda muslim yang sejati ialah apabila menilai konteks nikmat duniawi, dia sentiasa melihat orang-orang yang dibawahnya, bukannya orang di atas. Apabila ditimpa musibah, dia berkata "Alhamdulillah, sekurang-kurangnya bencana yang menimpa aku tidaklah seteruk orang itu" atau kata-kata seperti ini. Berfikir sebegini mengurangkan rasa ingin berkeluh-kesah bahkan boleh membantu menyemai benih sikap redha dan qanaah.

Itu dalam konteks urusan dunia.

Tapi dalam konteks akhirat pula, baik dalam keilmuan mahupun amal soleh, dia akan sentiasa melihat siapa yang di atasnya dan bersungguh-sungguh untuk menandingi mereka demi mencari redha Allah.

5. Menenangkan hati dengan mengingati Allah.

Segala musibah yang melanda adalah ketentuan Allah. Apabila hati kita sentiasa sedar akan hakikat ini, pasti tiada kegelisahan akan menimpa apabila ditimpa ujian musibah. Apabila hati sentiasa ingat akan Allah, hati akan menjadi tenang:

"..Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang tenteramlah hati manusia." (Surah Ar-Ra'd: 28)

Cuba retrospeksi diri anda, apakah hati anda sentiasa tenang dan tenteram apabila ditimpa kesusahan? Ataupun sentiasa rasa gelisah? Jika anda jenis tidak berasa tenang hati, banyakkan lagi mengingati Allah. Lupakan kerisauan atau ketakutan kepada manusia, takutlah kepada Allah semata. Tingkatkan usaha dan berdoalah kepadanya, kemudian kepadaNya kita bertawakkal.

Kesimpulan

Daripada penulisan dua artikel bersiri ini, saya berharap kita semua dapat beroleh gambaran yang jelas tentang konsep musibah dalam Islam serta peranan kita ketika menghadapinya. Sebenarnya isu musibah menurut Islam ini memerlukan satu perbahasan yang lebih luas, tapi saya kira setakat inilah kemampuan saya pada ilmu dan kesempatan yang ada.

Saya pohon ampun kepada Allah atas segala kesilapan. Saya turut memohon hidayah dan taufiq daripada Allah s.w.t untuk kita semua. Mudah-mudahan kita semua sentiasa istiqamah menghadapi mehnah dan cabaran kehidupan ini, baik kecil mahupun besar.

Wallahua'lam

sumber : www.zuhairizainuddin.blogspot.com